Posted in

Akibat Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur, Raja Hatalai Dituntut 10 Tahun Penjara!

Mantan Raja Negeri Hatalai, Hendry Loppies (HL), telah dituntut 10 tahun penjara dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Ambon.

Akibat Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur, Raja Hatalai Dituntut 10 Tahun Penjara!

Tuntutan ini terkait kasus pencabulan anak di bawah umur berinisial BP. HL ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2025 setelah laporan dari orang tua korban, didukung keterangan saksi. Perbuatan cabul terjadi pada Juli 2024 di dua penginapan berbeda di Ambon. Tuntutan dibacakan di Pengadilan Negeri Ambon pada 8 Juli 2025. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Maluku.

Kronologi Kasus dan Penetapan Tersangka

Kasus pencabulan anak di bawah umur yang melibatkan Kepala Desa Hatalai, RHL, terungkap setelah ia ditahan polisi atas dugaan tersebut . RHL ditahan pada 15 Januari 2025, sehari setelah menjalani pemeriksaan oleh penyidik unit perlindungan perempuan dan anak Polresta Pulau Ambon.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Pulau Ambon, AKP Muhamad Ainul Yaqin, menyatakan bahwa RHL telah ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan untuk 20 hari ke depan. Penahanan ini bertujuan untuk memungkinkan penyidik menyiapkan berkas perkara guna dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.

Kasi Humas Polresta Pulau Ambon, Ipda Janete Luhukay, menjelaskan bahwa dugaan pencabulan terhadap korban BP, seorang siswi SMA, terjadi dua kali pada bulan Juli 2024. Kasus ini dilaporkan oleh orang tua korban yang tidak terima dengan kejadian tersebut, yang kemudian mendorong penetapan RHL sebagai tersangka berdasarkan keterangan saksi dan bukti yang cukup

Proses Persidangan dan Tuntutan JPU

Tuntutan pidana penjara selama 10 tahun dibacakan oleh JPU Elsye Leunupun dalam persidangan tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Ambon pada Selasa, 8 Juli 2025. Sidang tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Orpha Maitimu, didampingi dua hakim anggota lainnya.

Menurut JPU, terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan cabul terhadap anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 KUHPidana.

Jaksa juga membeberkan barang bukti berupa satu celana jeans biru, satu kaos lengan panjang bercorak hitam putih bergaris. Serta dua lembar tangkapan layar percakapan antara terdakwa dan korban.

Baca Juga: Gubernur Maluku Hadiri Exit Meeting PPS di Kejati dan Berikan Penegasan!

Hak-Hak Korban dan Perlindungan Hukum

Hak-Hak Korban dan Perlindungan Hukum

Tindak pidana pencabulan terhadap anak merupakan kejahatan serius yang melanggar moral, susila, dan agama, serta memiliki dampak negatif terhadap korban. Perlindungan hukum terhadap anak di bawah umur yang menjadi korban tindak pidana pencabulan adalah krusial. Anak-anak sangat rentan terhadap kekerasan, baik di lingkungan publik maupun di rumah sendiri.

Perlindungan terhadap anak dari tindak pidana pencabulan menjadi tanggung jawab masyarakat, pemerintah, dan aparat hukum. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi dasar hukum dalam menangani kasus-kasus seperti ini.

Dampak Sosial dan Psikologis Bagi Korban

Pelecehan seksual terhadap anak memiliki dampak yang sangat besar bagi korban, mulai dari gangguan fisik hingga gangguan psikologis yang dapat diderita seumur hidup. Dampak buruk psikologis yang mungkin dialami antara lain depresi, trauma pasca kejadian, paranoid terhadap hal-hal tertentu, penurunan performa belajar, dan rendah diri.

Jika trauma psikis tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menyebabkan efek jangka panjang seperti terlibat dalam pergaulan bebas, perilaku menyimpang, atau bahkan menjadi pelaku pedofilia di masa depan. Pelecehan seksual ini juga merampas hak anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman. Serta menghancurkan potensi sumber daya bangsa di masa depan.

Kesimpulan

Mantan Raja Negeri Hatalai, Hendry Loppies, telah dituntut 10 tahun penjara atas kasus pencabulan anak di bawah umur berinisial BP. Proses hukum ini telah melibatkan penetapan tersangka pada Januari 2025 dan persidangan tertutup pada Juli 2025.

Tuntutan ini berdasarkan Pasal 81 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi anak-anak sebagai korban kekerasan seksual dan dampak mendalam yang ditimbulkan oleh kejahatan tersebut.

Simak dan ikuti terus jangan sampai ketinggalan informasi terlengkap hanya di INFO KEJADIAN MALUKU.


Sumber Informasi Gambar:

  1. Gambar Pertama dari www.beritasatu.com
  2. Gambar Kedua dari jernih.co