Pembakaran fasilitas PT Waragonda Minerals Pratama, perusahaan tambang garnet di Maluku, yang terjadi pada Februari 2025, kini berujung pada proses hukum serius.

Salah satu terdakwa, Husain Mahulauw, yang dikenal aktif memperjuangkan isu lingkungan di wilayahnya, dituntut 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dugaan tindak pidana pembakaran dan perusakan fasilitas perusahaan tersebut.
Kasus ini menjadi perhatian masyarakat dan pihak berwajib untuk menegakkan hukum serta menjaga ketertiban di daerah. Dibawah ini anda bisa melihat berbagai informasi menarik lainnya seputaran Info Kejadian Maluku.
Kronologi Kebakaran Dan Penyidikan Kasus
Pada malam 16 Februari 2025, sejumlah warga dari Negeri Haya, Kecamatan Tehoru, Maluku Tengah, melancarkan aksi protes. Warga membakar fasilitas milik PT Waragonda Minerals Pratama. Aksi ini dipicu oleh kerusakan sasi adat yang dianggap sebagai simbol perlindungan wilayah adat oleh sejumlah oknum yang bekerja di perusahaan tambang tersebut.
Api membakar pos keamanan, kantor, ruang laboratorium, serta kendaraan dan alat berat milik perusahaan. Kebakaran ini berlangsung cukup lama dan baru berhasil dipadamkan dengan bantuan karyawan perusahaan dan aparat keamanan setempat sekitar pukul 01.00 WIT.
Polisi segera melakukan penyidikan dan menangkap dua tersangka, termasuk Husain. Proses pemeriksaan dan persidangan kemudian dijalankan, dengan JPU menuntut hukuman berat sebagai bentuk penegakan hukum atas tindakan pembakaran yang merugikan banyak pihak.
Tuntutan Hukuman Dan Reaksi Pihak Terdakwa
Jaksa Penuntut Umum menuntut Husain dengan hukuman 8 tahun penjara. Berdasarkan Pasal 187 ayat 1 KUHP juncto ayat 55 dan 56 KUHP pidana, terkait dengan perusakan fasilitas dengan kekerasan. Dalam dakwaan tersebut, Husain dianggap bertanggung jawab atas pembakaran yang menyebabkan kerugian besar bagi perusahaan.
Kuasa hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan. Menilai tindakan kliennya sebagai bentuk protes atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan. Mereka berharap agar majelis hakim dapat mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam putusan nanti.
Tuntutan ini juga menjadi sorotan berbagai pihak terkait ketegangan antara hak masyarakat adat dan aktivitas industri di daerah rawan konflik sumber daya alam.
Baca Juga: Kanwil Maluku, Musnahkan Arsip Fidusia Fasilitatif
Dampak Sosial Dan Lingkungan Dari Aktivitas Tambang Garnet

PT Waragonda Minerals Pratama beroperasi di Kecamatan Tehoru dengan fokus pada penambangan pasir garnet. Aktivitas ini menimbulkan kegelisahan warga karena dianggap mengancam kelestarian lingkungan dan kehidupan masyarakat adat setempat.
Konflik terkait pengerukan sumber daya di wilayah adat telah memicu ketegangan sejak lama. Warga yang memasang sasi adat sebagai bentuk protes terhadap operasi perusahaan. Kerusakan lingkungan seperti hilangnya lahan produktif dan terancamnya sumber air menjadi masalah serius.
Pemerintah daerah dan perusahaan diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan pendekatan yang bertanggung jawab dan menghormati hak-hak masyarakat adat.
Harapan Penegakan Hukum Dan Solusi Konflik
Tuntutan hukuman berat diharapkan dapat memberikan efek jera kepada pelaku perusakan dan mempertegas keberpihakan hukum pada ketertiban umum. Majelis hakim juga diharapkan mempertimbangkan fakta-fakta dan konteks sosial dalam memutus perkara ini.
Pihak terkait diimbau untuk membuka dialog konstruktif guna mencari solusi yang menguntungkan semua pihak. Dan menjaga kelangsungan usaha pertambangan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan hak masyarakat.
Kasus ini menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah dan pemangku kepentingan untuk memperkuat pengawasan, regulasi, dan pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan di Maluku.
Simak berita update lainnya tentang Manado dan sekitarnya secara lengkap tentunya terpercaya hanya di Info Kejadian Maluku.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari regional.kompas.com
- Gambar Kedua dari terasmaluku.com